Suatu hari, aku menerima sebuah email. Si pengirim
menanyakan apa dia bisa me-remake novelku. Pada saat itu, aku merasa heran. Aku
mungkin sedang berada dalam masa hiatus, namun meminta untuk me-remake novel
yang sedang berjalan…
Aku, tentu saja, menolak. Faktanya, aku tidak membalas pesan
itu. Hal itu lebih kepada, melakukan remake tanpa ijin merupakan suatu hal yang
melawan hukum hak cipta, namun karena juga aku merasa malu dengan status hiatus
yang sedang kujalani.
Webnovel yang sedang kutulis berjudul ‘The Returnee of The
Hero.’ [Kembalinya Sang Hero]
Tapi saat aku menerima email itu, aku sedang berada dalam
masa hiatus selama tiga bulan.
Alasannya simpel. Kata-kata untuk menulis tak datang padaku.
Pada mulanya, aku menuangkan seluruh hasratku ke dalam tulisanku.
Cacatan pribadiku tentang peraturan dunia yang ada di dalam novelku mencapai
kira-kira 50.000 kata, dan aku memakai seluruh hatiku saat menulis setiap
chapter-nya. Namun setelah setahun menulis, aku terjatuh dalam kemerosotan yang
menakutkan.
Walaupun begitu, novel tetap berlanjut selama enam bulan,
hingga mencapai bagian pertengahan akhir cerita. Tapi karena aku mendorong
paksa diriku sendiri untuk menulis, ceritanya jadi penuh dengan plot berlubang,
dan kepribadian-kepribadian karakter yang kupunya langsung jatuh. Tak
mengejutkan, jumlah pembaca langsung turun hari demi hari. Aku bahkan terlalu
takut untuk membaca komentar-komentar mereka.
Pada akhirnya, aku pun memilih untuk hiatus. Namun tak
peduli berapa lama aku istirahat dalam menulis, aku tetap tidak bisa
melanjutkan cerita itu, tidak satupun kata yang keluar dalam pikiranku. Saat
aku berkubang dalam kesengsaraan akibat menyadari betapa rendahnya kemampuan
menulisku…
Aku menerima email lain yang meminta untuk me-remake
novelku.
[homosapiens@neighbor.com]
[Kumohon. Ini hanya untuk kepuasan pribadi. Aku tak akan
menyebar luaskan remake dari novelnya ke mana-mana. Ini hanya antara kau dan
aku. Siapa tau? Mungkin kau akan terinspirasi oleh remake novel yang kubuat dan
punya ide untuk melanjutkan ceritanya…]
Itu adalah sebuah email panjang yang terdengar tulus berisi
atas enam kalimat, namun yang ditanyakannya adalah hal yang sederhana.
Dia ingin me-remake novelku untuk kepuasan pribadi.
Seberapa besar dia menyukai novelku hingga dia mengirim email
begini? Aku memang tidak terlalu bangga akan hasil karyaku, aku pun setuju,
merasa berterimakasih sekaligus malu.
…lalu, apakah itu penyebab semua situasi ini?
Kesempatan untuk memenangkan lotre dikatakan 1 banding
8,145,060. Lalu, yang terjadi padaku sekarang ini mungkin 1 dibanding 7 milyar.
Aku saat ini sedang berdiri di depan sebuah rumah keluarga
yang kelihatan biasa.
Tapi, dunia di mana aku berada sekarang bukanlah duniaku,
dan aku bukanlah ‘aku’. Walupun seseorang mungkin berpikir kalau aku sedang berfilsafat,
aku benar-benar tidak sedang begitu. Hanya saja, itulah satu-satunya cara
terbiak untuk mendeskripsikan situasi yang sedang kuhadapi sekarang.
Aku telah menjadi seorang tambahan di novelku. Sebuah
tambahan yang tak pernah kuingat pernah kutulis.
Kim Chundong.
Chundong tinggal di ruangan apartemen yang biasa, tapi dia
tidak mempunyai orangtua. Untuk alasan kenapa, aku, tentu saja, tidak tahu.
Pada waktu 9 tahun, Chundong diterima oleh Akademi Agen
Militer, sebuah tempat untuk menumbuhkan para elite yang berjuang melawan para
monster dan djinn.
Kemampuan macam apa yang dimiliki Chundong untuk bisa lulus
ujian masuk?
Aku tidak tahu.
Aku tidak tahu apapun tentangnya. Aku bahkan tidak kenal
dengan wajahnya. Aku tidak sedang bercanda. Aku benar-benar tidak sedang
bercanda.
Saat aku melihat di kaca….
(?)
Itulah yang aku lihat. Sebuah wajah berbentuk lonjong dengan
tanda tanya ditengahnya.
Tubuh kesurupan yang jadi gila (?) atau transmigrasi ke
dunia lain yang benar-benar tak masuk akal. Aku pergi tidur seperti hari-hari
yang lain, namun saat aku bangun, aku mendapati diriku sendiri berada di hari
semester terakhir di Akademi Agen Militer.
Awalnya, aku punya dua dugaan. Pertama, bahwa aku sedang
dikerjai. Namun ide itu langsung gugur setelah lima detik. Aku bahkan tidak
ingin pusing-pusing menjelaskan kenapa.
Ide yang kedua, aku pikir aku sedang bermimpi. Tapi, aku
langsung menyingkirkan ide itu. Seperti yang semua orang tahu, pemikiran bahwa
kita sedang bermimpi tidak pernah terjadi pada orang yang sedang bermimpi, dan
lebih penting lagi, taka da mimpi yang berlanjut selama dua minggu dengan
perasaan nyata yang benar-benar jelas seperti yang kurasakan.
Sebagai hasilnya, aku menghabiskan dua mingguku dengan
mengira-ngira apakah ‘dunia di dalam novel’ yang kutempati saat ini harus
kujalani sebagai ‘realita’.
Ding dong—
Tatattatattatatta~
Seperti yang kulakukan di dua minggu terakhir, aku sedang
berbaring di atas ranjang dan menatapi langit-langit ruangan dengan tatapan
kosong ketika alarm smartphone mulai berbunyi. Melihatnya sekilas, aku melihat
tulisan ‘waktunya untuk pergi ke sekolah’ di sana.
“Kenapa juga aku harus pergi sekolah.”
Tiga belas hari yang lalu adalah prosesi kelulusan Akademi
Agen Militer. Namun yang menjalani prosesi kelulusan waktu itu adalah hanya
para kadet bukan peratung dan para kadet bukan petarung tidaklah bisa di sebuh
sebagai Hero. Kadet kelas petarung harus belajar di akademi selama tiga tahun.
Waktu tiga tahun ini akan dilaksanakan di [Cube], sebuah
akademi Hero.
Kebetulan, si Chundong sialan ini adalah kadet tipe
petarung. Lagi, aku tak punya petunjuk sama sekali siapa dia.
“Ah…. Betapa frustasinya.”
Aku hampir tak melakukan apapun selama dua minggu. Aku
menghabiskan hamper seluruh waktuku untuk bermain internet, makan saat aku lapar,
kembali lagi berselancar di internet mencari jalan kembali keluar ke duniaku,
tertawa pada acara lucu yang disiarkan di tv, dan makan lagi saat aku lapar…
Lagian, satu-satunya acara yang layak untuk dihadiri adalah
pergi ke Seoul dua hari lalu untuk menghadiri ‘Upacara Penyambutan Cube’ yang
berlangsung selama tiga jam lamanya. Aku tak ingin pergi, tapi aku tak punya
pilihan lain karena telah diberitahun bahwa aku akan dikeluarkan jika aku tidak
datang.
“Kupikir aku tidak harus pergi, tapi…”
Aku tidak bisa menerka siapa kiranya yang menaruhku di dunia
ini, untuk alasan apa dan dengan kekuatan macam apa.
Namun setelah hidup santai selama dua minggu, aku mau tidak
mau akhirnya menerima takdirku. Sepertinya aku akan hidup dengan cara ini dalam
waktu yang sangat-sangat lama.
Di dalam novelku, menjadi seorang Hero adalah cita-cita
setiap orang. Walaupun kemudian hal-hal bisa jadi serius ditengah-tengah karena
ulah para penjahat, hiatusnya juga tidak terlalu lama setelahnya.
Aku hanya perlu bertahan sampai pada saat itu. Ketika
waktunya tiba, aku yakin bisa menemukan sesuatu jawaban.
[7.33 AM]
Hanya ada waktu sekitar 57 menit sebelum ke sekolah. Aku
bangun dan berjalan malas-malasan ke kamar mandi. Melihat ke depan kaca, tuan
dengan wajah tanda Tanya menyapaku.
“…sialan sekali tanda tanya ini. Apa dia tidak akan pergi?”
Bukan candaan, wajahku adalah sebuah tanda tanya. Aku tidak
tahu kenapa.
Hal ini bukan karena aku tidak mendeskripsikan wajahku di
novel. Kalau memang karena itu, adalah hal yang tak masuk akal untuk milyaran
orang untuk memiliki wajah mereka sendiri. Jadi kenapa hanya wajah Chundong
yang tak memiliki wajah dan hanya tanda tanya.
“Aku tak paham.”
Berbica pelan denga penuh omelan, aku mencuci wajahku. Aku
bisa merasakan kulit wajahku. Aku juga punya rambut. Itulah yang membuat semua
hal ini jadi lebih mengerikan.
Setelah membersihkan diri sedikit, aku berganti pakaian
mejadi seragam Cube yang aku dapatkan pada saat Upara Penerimaan. Selain itu,
aku tak punya koper lain.
Orang-orang yang melihatku memakai seragam ini akan langsung
menatapku dengan pandangan iri, walaupun nyatanya aku sendiri tidak tahu apa
yang sedang aku lakukan sekarang. Wajahku adalah sebuah tanda tanya, memangnya
bagaimana aku harus menghadapi semua ini?
Memutar knob pintu, aku menoleh ke belakang. Rumahku yang
telah kutinggali selama dua minggu. Ruangan apartemen yang dengan susah payah
aku temukan berkat alamat rumah yang tertulis pada kartu kadetku. Aku
kelihatannya agak tidak rela walau hanya tinggal di sini sebentar. Sepertinya
aku akan rindu tempat ini.
Cube berada di laut timur. Saat aku pergi, aku mungkin tak
akan kembali.
“Ehew.”
Meninggalkan apartemen besar yang sempat membuatku senang
tinggal di sana, aku keluar menuju dunia gelap yang asing bagiku.
Komentar